Di pagi yang sejuk di pelosok Agam, sekelompok siswa berjalan kaki menyusuri sawah dan jalan tanah menuju sekolah. Pemandangan itu bukan hal asing di Sumatera Barat, provinsi yang terkenal dengan semangat belajarnya. Di balik keteguhan mereka menempuh pendidikan, tersimpan cerita panjang tentang bagaimana pendidikan telah menjadi bagian dari identitas masyarakat Minangkabau.
Tradisi Intelektual Minang yang Tak Lekang Waktu
Sumatera Barat bukan sekadar tanah kelahiran rendang dan budaya matrilineal. Lebih dari itu, provinsi ini memiliki sejarah panjang dalam tradisi intelektual. Di masa lalu, surau-surau menjadi pusat pendidikan, tempat para pemuda belajar agama, sastra, dan filsafat Islam.
“Minangkabau itu cinta ilmu, sejak dari kecil anak-anak sudah diajarkan untuk berani bicara, berani bertanya, dan berpikir,” kata Buya Rizal, seorang guru senior di Padang Panjang. Ia percaya bahwa semangat itu masih hidup hingga kini, meski dalam bentuk yang berbeda.
Tokoh-tokoh nasional seperti Mohammad Hatta dan Buya Hamka adalah bukti bahwa semangat belajar masyarakat Minang bukan hal baru. Warisan itu mengalir dalam sistem pendidikan yang terus berkembang, terutama di pusat-pusat kota seperti Padang dan Bukittinggi.
Perguruan Tinggi : Maju, Tapi Belum Merata
Universitas Andalas, sebagai perguruan tinggi tertua di luar Jawa, menjadi simbol kemajuan pendidikan tinggi di Sumatera Barat. Kampus ini telah melahirkan ribuan sarjana dan intelektual. Namun di luar kota besar, akses terhadap perguruan tinggi berkualitas masih terbatas.
“Anak-anak dari Pasaman atau Solok Selatan kadang harus pindah ke Padang atau ke luar daerah hanya untuk bisa kuliah,” ujar Rika, seorang mahasiswa dari Painan. Biaya dan jarak menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas.
Teknologi dan Kurikulum yang Masih Mengejar Zaman
Pandemi COVID-19 sempat mengguncang dunia pendidikan. Saat sekolah dipaksa online, banyak siswa di daerah yang tertinggal karena keterbatasan perangkat dan internet.
“Di kampung saya, satu keluarga kadang hanya punya satu HP, dan itu pun harus gantian dengan orang tua yang kerja,” kata Adi, siswa SMA dari daerah Padang Pariaman.
Di sisi lain, kurikulum di banyak sekolah dinilai masih terlalu teoritis dan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dunia kerja. Pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan masih minim padahal sangat dibutuhkan.
Harapan dari Akar Rumput
Meskipun penuh tantangan, semangat belajar tetap menyala. Banyak komunitas lokal mulai menginisiasi bimbingan belajar gratis, rumah baca, dan pelatihan keterampilan di luar sekolah formal.
“Saya ingin anak-anak kampung ini tetap punya harapan, meskipun mereka jauh dari kota,” ujar Uni Lina, pendiri rumah belajar di Kabupaten 50 Kota.
Pendidikan di Sumatera Barat bukan hanya soal angka kelulusan atau akreditasi kampus. Ia adalah soal identitas, harga diri, dan masa depan generasi penerus. Dalam semangat “alam takambang jadi guru”, masyarakat Minang terus mencari cara untuk menjadikan setiap jengkal tanahnya sebagai ruang belajar—meski zaman terus berubah.

Komentar
Posting Komentar