Langsung ke konten utama

Postingan

AI dan Coding masuk kurikulum, inovasi atau ancaman?

Rencana pemerintah memasukkan pelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum nasional mulai tahun ajaran 2025/2026 patut diapresiasi. Langkah ini menunjukkan bahwa dunia pendidikan Indonesia mulai menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Namun, di balik semangat mengejar kemajuan teknologi, muncul kekhawatiran baru: jangan sampai kemudahan yang ditawarkan AI justru membuat generasi muda kita kehilangan semangat berpikir, membaca, dan belajar secara mendalam. Saat ini, penggunaan AI seperti ChatGPT, Gemini, atau Copilot di kalangan pelajar makin meluas. Berdasarkan laporan UNESCO (2023), penggunaan AI dalam pendidikan global meningkat lebih dari 35% pasca-pandemi. Di Indonesia, meskipun belum ada angka resmi, berbagai survei informal menunjukkan bahwa siswa dan mahasiswa mulai terbiasa menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas — bahkan sering kali tanpa benar-benar memahami materi. Fenomena ini memunculkan tantangan serius: AI bisa jadi alat bantu belajar yang luar biasa...

Membangun fondasi literasi yang kuat untuk masa depan

Angka-angka berbicara, dan kali ini, mereka membunyikan alarm darurat literasi di Indonesia. Di tengah gemuruh era digital dan limpahan informasi, fakta miris menunjukkan bahwa minat membaca masyarakat kita, khususnya anak-anak, masih terpuruk di titik terendah. Kondisi ini, jika dibiarkan, berpotensi menjadi penghambat utama kemajuan bangsa di masa depan. Menurut data UNESCO, minat membaca di Indonesia hanya mencapai 0,001%. Angka ini berarti jika di analogikan, dari setiap seribu orang Indonesia, hanya satu yang memiliki minat baca. Sebuah riset dari Central Connecticut State University pada Maret 2016 bahkan menempatkan Indonesia di posisi ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca, hanya selangkah di atas negara Botswana. Ini adalah ironi besar bagi negara dengan kekayaan budaya dan potensi yang melimpah ruah. Konsep literasi saat ini telah berkembang jauh melampaui sekadar kemampuan membaca dan menulis. Literasi modern mencakup kapasitas untuk memahami informasi, berpikir kritis...

Mengurai Simpul Nuklir Iran: Tantangan Riset, dan Teknologi di Tengah Bayang-bayang Proliferasi

Ketegangan yang membara antara Iran dan Israel, dengan program nuklir Iran sebagai episentrumnya, kembali mendominasi tajuk utama global. Saling serang rudal dan drone yang terjadi baru-baru ini bukan sekadar insiden militer; ini adalah manifestasi akut dari defisit kepercayaan, kompleksitas geopolitik, dan, yang terpenting, kegagalan kolektif dalam mengelola informasi, mempromosikan literasi kritis, serta memanfaatkan potensi riset dan edukasi untuk resolusi konflik. Peristiwa terkini menuntut kita untuk tidak hanya mencermati pergerakan militer, tetapi juga menggali lebih dalam bagaimana narasi, teknologi, dan keilmuan membentuk atau justru menghambat pemahaman kita tentang ancaman proliferasi. Persoalan program nuklir Iran bukan lagi sekadar bahasan diplomatik tertutup; ia telah menjadi arena pertarungan narasi yang masif. Dari sudut pandang Israel, kemampuan pengayaan uranium Iran, bahkan yang diklaim untuk tujuan damai, adalah ancaman eksistensial, mengingat retorika anti-Israel d...
  Fenomena Fantasi Sedarah di Facebook: Krisis Moral dan Tanggung Jawab Digital Fenomena yang disebut “fantasi sedarah” belakangan ini menjadi perbincangan hangat di Facebook. Diskusi yang seharusnya mendapatkan perhatian serius malah menjadi viral, sering kali dibahas dengan nada bercanda, bahkan oleh sebagian pengguna dianggap sebagai “tren imajinatif”. Ironisnya, di tengah masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai agama dan budaya timur, isu ini justru mendapat tempat yang cukup besar di media sosial tanpa adanya penyaringan yang berarti. “Fantasi sedarah” mengacu pada keinginan seksual terhadap anggota keluarga dekat, seperti ayah, ibu, saudara, dan kerabat lainnya. Walaupun tidak semua wujud fantasinya bersifat riil, peredarannya dalam bentuk tulisan, cerita fiksi, atau postingan di media sosial berpotensi membentuk pandangan publik yang menerima perilaku menyimpang. Ini berbahaya karena dapat menganggap normal narasi yang sangat bertentangan dengan etika agama, hukum, dan sos...
Semen Padang Bertahan di Liga 1: Harapan Sumatera yang Tak Padam Ketika peluit panjang dibunyikan kemarin sore, Stadion Haji Agus Salim bergemuruh oleh suporter yang senantiasa menyaksikan dan mendukung Semen Padang FC yang akhirnya memastikan tempatnya di Liga 1 musim depan. Bukan hanya soal kemenangan dalam pertandingan, tapi tentang semangat bertahan, perjuangan panjang, dan harapan yang terus menyala bagi satu-satunya wakil Pulau Sumatera di kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Kemenangan ini bukan hanya milik tim atau manajemen, tapi milik seluruh masyarakat Ranah Minang dan Sumatera. Di tengah dominasi klub-klub dari Jawa, Semen Padang membuktikan bahwa semangat juang, kekompakan, dan loyalitas suporter bisa menjadi senjata utama untuk melawan tekanan degradasi. Musim ini jelas bukan musim yang mudah. Pasang surut performa membuat Semen Padang berkali-kali berada di zona merah. Namun, tim ini tidak menyerah. Pelatih, pemain, hingga pendukung—The Kmers—berdiri bersama menjaga asa...
IndonesiaGelapAwet: Sindiran Warganet Saat Listrik Padam Berkepanjangan   Tagar #IndonesiaGelapAwet belakangan ini ramai di media sosial, mencuat sebagai respons warganet terhadap pemadaman listrik bergilir yang melanda sebagian wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Jawa. Unggahan bernada satire, protes, hingga meme lucu mewarnai linimasa X (sebelumnya Twitter), mengungkap keresahan publik yang sudah muak dengan mati lampu berkepanjangan. Dalam beberapa hari, tagar ini menjadi trending topic nasional. Warganet menyindir kondisi yang dianggap tak kunjung membaik, dengan gaya khas netizen Indonesia: antara kesal, kreatif, dan jenaka. “Hidup sehat dimulai dari #IndonesiaGelapAwet: tidur lebih cepat, lebih banyak ngobrol sama tetangga, dan hemat listrik—karena gak ada listrik.” — tulis akun X @lampunyaoff PT PLN (Persero) menyampaikan bahwa gangguan listrik yang terjadi sejak Senin (20/5/2025) disebabkan oleh gangguan sistem transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)...
Indonesia Rencanakan Batas Usia Minimum untuk Pengguna Media Sosial PadaJanuari 2025, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan regulasi untuk menetapkan usia minimum bagi pengguna media sosial. Langkah ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari risiko online, seperti konten tidak pantas dan eksploitasi digital. Presiden Prabowo Subianto mendukung penuh inisiatif ini.  Meskipun usia minimum yang akan ditetapkan belum diumumkan, kebijakan ini terinspirasi oleh keputusan Australia yang melarang anak di bawah 16 tahun mengakses media sosial, dengan sanksi bagi platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok jika tidak mematuhi aturan tersebut.  Sementara menunggu undang-undang resmi, pemerintah Indonesia berencana menerapkan pedoman perlindungan anak bagi perusahaan media sosial. Aturan ini akan menekankan perlindungan anak dari bahaya fisik, mental, dan moral tanpa sepenuhnya membatasi akses mereka ke media sosi...